Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta lembaga keuangan untuk melonggarkan aturan penagihan kredit atau pinjaman. Hal itu dilakukan berkaitan dengan situasi ekonomi yang memburuk, imbas dari wabah virus corona.
Dilansir dari situs CNBC Indonesia, OJK menegaskan fleksibilitas dalam perhitungan non performing loan (NPL) alias kredit bermasalah tak hanya berlaku di perbankan, tapi juga industri pembiayaan atau multifinance.
Lebih lanjut, upaya ini dilakukan demi mendukung rencana pemerintah Indonesia untuk memberi ruang gerak bagi sektor riil yang terdampak. Hal ini dilakukan sembari menunggu dampak virus corona (COVID-19) di Indonesia mereda.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan khusus di sektor perbankan regulator sudah menerapkan satu saja dari tiga pilar yang menjadi parameter kolektabilitas kredit.
Tiga pilar itu antara lain prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan bayar debitur. Dalam relaksasi, OJK hanya memasukkan ketepatan dalam membayar angsuran sehingga dua pilar lain untuk sementara waktu diabaikan. Nah selain perbankan, fleksibilitas itu bakal diterapkan juga di industri pembiayaan seperti multifinance.
“Tolong ini dilakukan hal sama. Jangan gunakan penagihan menggunakan debt collector. Setop dulu. Dan ini tentunya selama melanjutkan pembayaran pokok plus bunga ini, bantu sektor ini bisa tetap bertahan. Itu garis besar bagaimana mendukung upaya pemerintah agar sektor usaha bertahan sambil menunggu bagaimana COVID-19 ini bisa selesai dampaknya dan diminimalisir,” jelas Wimboh ujarnya seperti dikutip dari situs CNBC Indonesia, Senin (23/03/2020).
Relaksasi untuk Perusahaan Pembiayaan
Demi memuluskan rencana tersebut, OJK menyatakan segera menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan.
“Ini kami perluas bukan hanya kredit perbankan tetapi juga ke lembaga pembiayaan atau leasing company. Tujuannya agar sektor usaha masih tetap berjalan dari dampak penyebaran Covid 19 ini,” kata Wimboh Santoso dalam keterangan resmi.
Rencana relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan antara lain:
- Penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan
- Metode executing antara perusahaan pembiayaan yang mendapat kredit dari perbankan, akan dilakukan dengan mekanisme restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK No.11/POJK.03/2020.
OJK terus membantu Pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.
“OJK mendukung upaya pemerintah dalam memperlakukan sektor riil ini bisa diberikan ruang gerak yang lebih leluasa. Kita berikan ruang gerak kepada pengusaha ini agar bisa bertahan jangan sampai ambruk dan menimbulkan lay off, sehingga pada akhirnya bermasalah lebih berat lagi,” kata Wimboh.
Ketua DK OJK menambahkan bahwa ketentuan stimulus di bidang perbankan sudah diterbitkan POJK-nya yaitu POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease yang mulai berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai 31 Maret 2021.
POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).