Mungkin kita berpikir bahwa naik gaji akan menjadi solusi bagi permasalahan finansial dan membuat hidup semakin nyaman. Awalnya benar, namun semakin lama gaji kembali terasa tidak cukup dan membuat kita semakin terkadang merasa butuh. Terlepas dari inflasi, hal tersebut dapat menjadi tanda dari Lifestyle Creep. Lifestyle Creep diartikan sebagai sebuah fenomena peningkatan pengeluaran terhadap barang-barang diluar kebutuhan primer seiring dengan meningkatnya standar kualitas hidup.
Kita pasti pernah memiliki rasa ingin berada pada kondisi keuangan yang lebih baik. Ketika gaji kita berhasil naik, kita merasa tidak masalah untuk mengikuti gaya hidup tersebut dan menjadi lebih sering berbelanja, sebagai bentuk hadiah untuk diri sendiri. Namun, tanpa disadari hal tersebut semakin sering terjadi sehingga akhirnya membentuk kebiasaan baru. Pembentukan kebiasaan baru ini untuk menghadiahi diri dengan barang-barang yang sudah diidam-idamkan. Dari hal inilah yang menjadi tanda dari fenomena Lifestyle Creep.
“Apakah salah untuk memanjakan diri sendiri?”
Namun memanjakan diri dengan peningkatan pendapatan adalah hal normal, dan dapat dilakukan dengan tanggung jawab. Hal manusiawi untuk memperbaiki kehidupan dengan membeli barang-barang yang lebih baik: rumah, mobil, pakaian, atau sekedar membeli makanan yang lebih enak atau sehat. Seiring gaji naik, maka akan memiliki banyak pengeluaran untuk meningkatkan taraf kehidupan atau untuk mencapai kebahagiaan, kemudahan, dan kenyamanan yang sebelumnya terbatas akibat kekurangan sumber dana.
Bagaimana agar tidak lifestyle creep setelah gaji naik?
“Lalu, bagaimana sih memanjakan diri yang baik?”
Kata orang-orang sih segala yang berlebihan itu tidak baik. Hal ini juga berlaku pada fenomena Lifestyle Creep. Berikut merupakan tanda-tanda dari perilaku memanjakan diri yang tidak bertanggung jawab:
- Peningkatan pengeluaran sehingga menjerumuskan pada utang atau mencegah kita untuk keluar dari utang;
- Memanjakan diri dengan menggunakan uang tabungan;
- Tidak bisa menabung karena semua uang dialihkan untuk memanjakan diri;
- Ketika pengeluaran lebih besar dibandingkan pendapatan;
- Terlalu sering untuk melakukan pembelian besar yang tidak terkontrol;
- Mulai mengasosiasikan self worth dengan barang-barang mewah yang dimiliki atau bisa dibeli.
Untuk itu, penting untuk mengerti bahwa hanya karena kita bisa membeli sesuatu, bukan berarti kita harus membelinya. Uang bisa dicari, namun uang juga bisa cepat pergi jika tidak digunakan dengan bertanggung jawab. Jika saat ini kita merasa selalu tercekik walau baru saja dapat promosi, mungkin hal tersebut menjadi pertanda untuk memikirkan kembali cara kita mengelola keuangan.
Terdapat sebuah teori umum yang dapat dijadikan patokan untuk mengatur keuangan: 50/30/20. Teori ini menyarankan kita untuk menganggarkan 50% pendapatan untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk ditabung. Memang benar bahwa hal ini akan sangat relatif tergantung pada derajat kenyamanan dan kebahagiaan masing-masing individu, namun setidaknya hal ini dapat menjadi patokan untuk menjadi lebih bertanggung jawab terhadap pengeluaran kita.