Tidak semua orang dinggap layak untuk bisa memiliki kartu kredit, sehingga bisa memiliki kartu plastik tersebut bisa dibilang sebuah kebanggaan. Hanya saja, setelah bisa mendapatkannya, ada beberapa tanggungjawab yang harus dimiliki agar pemakaiannya tidak berlebihan dan masih sesuai aturan. Berikut adalah kebiasaan buruk dalam menggunakan kartu kredit yang harus Anda ketahui:
Kebiasaan Membayar dengan Minimum Payment
Salah satu kebiasaan buruk dalam menggunakan kartu kredit adalah selalu membayarkan tagihan kartu kredit dengan minimum payment. Opsi ini bisa dibilang menjadi opsi pembayaran favorit. Mereka yang merasa tidak mampu langsung melunasi seluruh tagihan, biasanya akan melakukan pembayaran minimum agar tetap menyelamatkan diri dari kejaran debt collector serta agar namanya tetap tercatat bersih dalam IDI Historis. Definisi minimum payment adalah pembayaran untuk tagihan kartu kredit dengan hanya (rata-rata) 10% dari total tunggakan + tagihan yang masih belum lunas di bulan sebelumnya (jika ada).
Pembayaran minimum payment memang terkesan meringankan dan menyelamatkan. Padahal, pembayaran minimum yang berkelanjutan hanya membuat pemilik kartu kredit menjadi menimbun utang saja. Biasanya pembayaran tagihan kartu kredit dengan minimum payment akan menyebabkan total tagihan terus terakumulasi, beserta dengan bunganya.
Kebiasaan Melakukan Gesek Tunai
Selalu melakukan gesek tunai juga termasuk dalam kebiasaan buruk menggunakan kartu kredit. Pemilik kartu kredit yang melakukan hal ini biasanya sengaja agar mereka bisa mendapatkan uang tunai. Praktik ini dibuat seolah-olah Anda melakukan transaksi belanja di suatu tempat, namun sesungguhnya Anda tidak mendapatkan barang, tapi malah mendapatkan uang. Biasanya dilakukan kepada pemilik mesin EDC atau merchant. Misalnya, Anda menggesek kartu di sebuah merchant dan seakan-akan Anda membeli lukisan seharga Rp5.000.000,- sesungguhnya Anda tidak mendapatkan lukisan tersebut, melainkan uang tunai sebesar lima juta rupiah sesuai harga yang tertulis. Tentu saja, Anda juga akan dikenakan biaya mulai dari 2-3% dari nominal yang Anda tarik. Anggap saja Anda melakukan penarikan sebesar Rp5.000.000,- dan dikenakan biaya 3%, berarti dana yang Anda dapatkan sebesar Rp4.850.000,- saja. Seluruh proses gesek tunai ini tentunya akan merugikan Anda, karena Anda tetap harus membayar tagihan tersebut di bulan berikutnya. Praktik gesek tunai sendiri juga sudah dilarang Pemerintah. Jadi, sebisa mungkin jangan pernah melakukan gesek tunai, gunakanlah kartu ATM untuk melakukan tarik tunai agar bisa lebih hemat dan menghindari Anda dari jerat utang,
Terlalu Sering Tarik Tunai
Selain gesek tunai, melakukan tarik tunai kartu kredit juga menjadi salah satu kebiasaan buruk dalam menggunakan kartu kredit. Berbeda dengan gesek tunai yang bersifat ilegal, tarik tunai bersifat legal dan diperbolehkan. Hanya saja, ada limit penarikan tunai yang perlu Anda perhatikan. Proses melakukan tarik tunai sama seperti menarik uang menggunakan kartu debit, jadi Anda cukup memasukkan kartu dan PIN kartu kredit, lalu melakukan penarikan. Biasanya Anda bisa melakukan tarik tunai s/d 60% dari limit kartu kredit yang And amiliki. Selain itu, Anda juga akan terkena biaya tarik tunai sebesar 4%.Berikut adalah ilustrasi tarik tunai:
- Limit kartu kredit: Rp10.000.000,-
- Limit maksimal tarik tunai kartu kredit, misalnya 60% x Rp10.000.000,- = Rp6.000.000,-
- A melakukan transaksi tarik tunai sebesar Rp2.000.000,-
- Biaya tarik tunai sebesar 4% x Rp2.000.000,- = Rp80.000,- Jadi total yang dikenakan saat tagihan kartu kredit dicetak adalah Rp2.080.000,-
- Jika A melakukan penunggakkan selama satu bulan, jadi bank akan mengenakan bunga 2,95% pada tagihannya, jadi yang harus dibayarkan sebesar Rp2.000.000,- + Rp80.000,- + (2,95% x Rp2.000.000,-) = Rp2.139.000,-
Selalu Menghabiskan Limit Kartu Kredit
Kebiasaan buruk menggunakan kartu kredit berikutnya adalah selalu menghabiskan limit kartu kredit. Hal ini diperburuk jika pemilik kartu kredit berbelanja tanpa memperhitungkan kemampuan membayar. Hal terburuk yang bisa terjadi adalah ketidakmampuan dalam membayar tagihan, serta terjadi penunggakan dalam pembayaran. Efek sampingnya, tentu saja nama pemilik kartu yang bisa terrekam oleh Bank Indonesia, dan berpengaruh pada skor IDI Historis yang buruk. Penggunaan kartu kredit memang sebaiknya digunakan untuk kebutuhan promosi saja agar bisa mendapatkan potongan dalam pembayaran apapun. Namun, jika memang digunakan untuk belanja maka setidaknya gunakanlah maksimal 50-60% dari limit yang Anda miliki.
Telat Melakukan Pembayaran
Dampak dari penggunaan kartu kredit sampai batas maksimal adalah kemungkinan pemilik kartu yang tidak mampu melakukan pembayaran sehingga mengalami keterlambatan. Hal ini juga bisa terjadi pada mereka yang sering lupa melakukan pembayaran secara tepat waktu. Keterlambatan dalam melakukan pembayaran tagihan kartu kredit bisa memberikan dampak berupa: adanya biaya denda keterlambatanyang harus dibayar, serta bunga yang terakumulasi pada total tagihan kartu kredit Anda. Untuk mengatasi hal ini, pemilik kartu hendaknya membatasi penggunaan kartu kredit maksimal 50-60%. Bagi Anda yang sering lupa melakukan pembayaran, mintalah pihak bank untuk melakukan aktivasi auto debet dari rekening tabungan ke tagihan kartu kredit. Hal ini dapat meminimalisir keterlambatan, sehingga terhindar dari denda maupun bunga yang menumpuk.
amalan international merupakan perusahaan manajemen utang berbasis teknologi pertama di Indonesia yang tercatat di OJK. amalan bekerja untuk peminjam dan bekerja sama mencari solusi terbaik dan terjangkau dengan pemberi pinjaman. Program manajemen utang amalan memanfaatkan teknologi dan data yang sah agar klien amalan bisa keluar dari jerat utang dengan lebih cepat, membayar bunga dan penalti yang lebih rendah. Selain program manajemen utang, amalan juga memiliki solusi refinancing yang mengganti utang lama yang memberatkan menjadi utang baru yang lebih ringan. Kantor amalan indonesia didirikan di Jakarta pada tahun 2015 dan telah berhasil membangun tim yang terdiri dari ahli restrukturisasi dan ahli IT dengan pengalaman puluhan tahun. Sejak Juli 2016, amalan indonesia menjadi perusahaan pertama di Asia yang mendapatkan akreditasi dari International Association of Professional Debt Arbitrators (IAPDA).